Sunday, January 15, 2006

Dompet

Tempat ini begitu asing bagiku. Aku tidak mengerti, bagaimana diriku tiba-tiba berada di antah berantah ini. Batu kerikil, daun kering, kertas kumal dan terik matahari. Mereka ada di sekelilingku. Si kerikil diam menatapku tajam. Daun kering dan kertas bergerak-gerak memutariku, penuh keingintahuan. Sementara matahari melirik sekilas seperti melihat sesuatu yang tidak penting.

"Huh, aku kini cuma seonggok dompet hitam yang terkapar di jalanan" gumamku.
"Ha.. ha.. tahu kan rasanya menjadi yang terbuang" seru kerikil tiba-tiba.
"Menjadi sampah!" daun kering menyahut.

Aku segera membalas ocehan mereka, "Aku akan segera kembali ke tempat asalku. Tuanku saat ini tengah mencariku dan menemukanku di sini"

"Kenapa kau bisa seyakin itu?!" kata kerikil.

"Diriku menyimpang banyak benda penting. Semua manusia pasti tertarik kepadaku. Aku terlalu seksi menjadi sebuah dompet. Meskipun saat ini aku tidak menyimpan uang, benda yang membuat manusia rela melakukan apapun. Tapi manusia akan tetap tertarik akan keseksianku dan segera memungutku. Lalu aku akan kembali kepada tuanku.”

“Aku pernah menjadi benda penting dan aku menjadi sampah sekarang.” Kertas tiba-tiba bersuara. Ia lalu bergerak memutari dompet seperti mengejeknya.

“Saat ini benda-benda penting bagi manusia masih tersimpan dalam diriku. KTP, SIM, STNK, ATM, kartu ini dan kartu-kartu itu, semua ada padaku”

“Itu pun menjadi sampah kini”

“Manusia masih memerlukannya, mereka perlu angka-angka dalam benda-benda itu. Di tempat manusia hidup, keberadaan mereka harus disertai angka. Tanpa angka-angka tersebut, mereka dianggap tiada. Mereka bahkan bisa dianggap melanggar hukum.”

“Terima sajalah nasibmu menjadi sampah kini.” Ujar daun sambil bergerak-gerak.

“Manusia pun terkadang menganggap sampah penting, juga karena angka-angka.”

“Engkau memang masih penting. Pasti ada manusia yang memungutmu. Tapi engkau belum tentu kembali kepada tuanmu, kecuali penemumu adalah orang yang punya hati.” tiba-tiba matahari berbicara.

Perkataan matahari segera menyadarkanku bahwa hampir mustahil aku kembali ke tuanku. Hanya sedikit manusia yang memiliki hati mau mengembalikan benda berharga kepada pemiliknya. Kesedihan pun kini semakin merambat menyelubungiku.

Semua terdiam kini.

Angin bertiup kencang ke arah kami. Jutaan debu berhembus luruh. Daun dan kertas bergerak berputar-putar.

“ Hei…” seru batu “ Kalian pun bisa tampak indah “ .

“Hei dompet ! Kau pun tampak indah ketika kami menari..” sahut daun. “Bergembiralah! meskipun kau menghilang dari tuanmu, hatimu tidak boleh hilang.”

Dan anginpun kembali bertiup kencang. Debu, daun, dan kertas kertas menari-nari di sekelilingku.

Tiba-tiba semuanya menjadi senyap. Sepasang sepatu bergerak mendekat ke arah kami. Dan diriku diangkat oleh seseorang. Semua teman-teman baruku terpaku menatapku. Sesaat kemudian aku telah berada di saku celananya.

Bagaimana nasibku nanti. Akankah aku kembali kepada tuanku? Atau akan menjadi milik manusia lain. Semoga manusia ini memiliki hati.

Tiba-tiba manusia itu membukaku di tempat yang teduh. Ia membuka lipatan tempat uang biasa disimpan.

“Tidak ada pastinya, tuanku menyimpan uang di saku celananya. Ayo cepat kembalikan aku ke tuanku ! ” teriakku sekuat tenaga.

Ia kemudian membuka kartu-kartu yang tersimpan di sana. Satu persatu ia amati.

“Kau pun memilikinya, jadi kau tak perlu benda dengan nama dan foto berbeda bukan! “

Benda-benda yang ada di dalam diriku semua telah berada di luar. Dan tampak olehku sebuah foto masa kecil tuanku yang dipungut manusia itu. Dan akupun kembali berteriak, “Hei, itu kenangan, jangan kau sentuh ! Tidakkah kau tahu apa itu kenangan.”

Aku terpekur lesu membayangkan tangis dan tawa yang diaduk menjadi sebuah kenangan.

Dari sebuah sudut, serombongan manusia datang mendekati penemuku.

“Wah, nemu dompet ya! Duwit banyak dong Coy!” sebuah suara terdengar
“Kagak ada duwitnya.” Penemuku menjawab
“ATMnya coba dulu!” sebuah usulan tiba-tiba muncul.
“Punya orang depan, gue tau orangnya.” Sahut penemuku sambil membereskan diriku.
Tiba-tiba penemuku berteriak, “Nah, itu orangnya! Mas! Mas!” ia berteriak ke arah seseorang yang tidak tampak jelas olehku. Orang tersebut berlalu begitu saja.
“Udaah.. Bukan rejekinya, coba dulu ATMnya aja. Siapa tau dapat rejeki nomplok!” kembali usulan itu terdengar.
“Hmmm….”

Kerumunan itu pun segera buyar. Teriknya matahari telah berganti menjadi kelamnya malam. Namun diriku masih berada di tempat asing. Semoga penemuku tidak terbujuk usulan setan itu.

Tiba-tiba diriku dibuka. Kartu ATM yang terselip di sakuku perlahan ditarik. Penemuku tampak gelisah memandangi kartu itu. Jari-jarinya membolak-balik ATM yang telah pudar warnanya itu. Ia kemudian berdiri memegang gagang pintu.

Aku sudah tidak peduli lagi apa yang akan terjadi.

Dua menit berlalu. Pria itu masih tetap berdiri dan memegang gagang pintu.

Kemudian terdengar hembusan nafas panjang. Penemuku meraih diriku dan mengembalikan ATM lusuh itu ke tempatnya semula. Selanjutnya tempat itu menjadi gelap.

Ketika aku tersadar, aku tengah berada di tangan penemuku yang melambai-lambai ke arah seorang pria di seberang jalan. Aku tidak melihatnya jelas karena terhalang pagar. Pria itu kemudian berlari mendekati penemuku.

“Tuanku. Itu tuanku! “ aku berteriak.

Penemuku menyerahkanku kepada tuanku.

“Ini dompetnya kan Mas! “
“Ya, gue udah cari ke mana-mana!”
“Jatuh di situ kemaren.”
“Terima kasih ya Mas, udah dijagain!”

Aku melirik ke bawah. Tampak tuanku menyisipkan sesuatu ke tangan penemuku. “Yah, manusia! “ lirihku.

Sedetik kemudian, diriku serasa terbang melompat-lompat di antara dedaunan pohon. Tampak olehku matahari dan kerikil tersenyum kepadaku. Daun kering dan kertas berputar-putar menari.

“Aku telah kembali Teman-teman!” seruku. "Ternyata masih banyak manusia yang punya hati."


:: Sebagaimana diceritakan Si Dompet kepadaku setelah dia menghilang beberapa waktu yang lalu.

4 comments:

fajar said...

Baru tau kalau dompetmu bisa berbicara gie hehehe, tau gitu tak suruh kesini aja buat teman bercakap kalau malam menjelang hehehe...

Jangan-jangan kamu suka ngobrol dengannya ya? Pantes akhir-akhir ini kamu pendiam sekali.

Btw, nice short story.

konnyaku said...
This comment has been removed by a blog administrator.
konnyaku said...

nice one
a very nice one :)

Anonymous said...

knapa kau cari dompet yg tak pernah kau perhatikan, kecuali jika sudah kosong isinya